Jumat, 03 Februari 2017

PERKEMBANGAN BUDAYA ASING DI INDONESIA

Pada umumnya masuknya budaya asing ke Indonesia sangat cepat perkembangannya. Masuknya budaya luar bisa melalui banyak cara seperti, sarana multi media massa elektronik maupun cetak, serta media dunia maya (internet dan social media) sangat mempengaruhi perkembangan budaya Indonesia. Dampak yang ditimbulkan ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Jika kebudayaan asing yang bersifat negatif memasuki sendi-sendi kehidupan bangsa, terutama para generasi muda tanpa diimbangi upaya pelestarian nilai-nilai budaya bangsa dikhawatirkan Bangsa Indonesia akan kehilangan jati diri sebagai bangsa.
 Budaya itu sendiri adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
            Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
            Awal masuknya kebudayaan asing di Indonesia melalui penjajahan yang diakukan oleh orang asing, mereka tidak hanya mengambil rempah-rempah saja tetapi memasukan kebudayaan mereka di Indonesia sehingga kebudayaan rakyat Indonesia bercampur dengan kebudayaan asing.
            Kebiasaan orang-orang barat yang biasa kita saksikan baik  di media elektronik, cetak maupun secara langsung seperti  cara berpakaian dan mode yang telah menjadi budaya  masyarakat kita khususnya kalangan remaja. Pengaruh ini dapat merambat lebih cepat ke golongan bawah akibat artis-artis di jagad hiburan yang memiliki tingkat moderenisasi yang lebih tinggi. Dari perilaku dan gayanya itulah di lihat sebagai contoh dan layak di tiru karena di anggap lebih maju dan modern. Umumnya kalangan remaja Indonesia berperilaku ikut-ikutan tanpa selektif sesuai dengan nilai-nilai agama yang di anut dan adat kebiasaan yang mereka miliki. Para remaja juga merasa bahwa kebudayaan di negrinya sendiri terkesan jauh dari moderenisasi. Sehingga para remaja merasa gengsi kalau tidak mengikuti perkembangan zaman meskipun bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama dan budayanya. Sehingga pada akhirnya para remaja lebih menyukai kebudayaan barat, dibandingkan dengan kebudayaan kita sendiri. Dan kini nilai-nilai kebudayaan kita semakin terkikis  karena di sebabkan oleh pengaruh budaya Asing yang masuk ke Negara kita.
            Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa.
Oleh karena itu, untuk  meningkatkan ketahanan budaya bangsa, maka Pembangunan Nasional perlu bertitik-tolak dari upaya-upaya  pengem­bangan kesenian yang mampu melahirkan “nilai-tambah kultural”. Seni-seni lokal dan nasional  perlu tetap dilanggengkan, karena berakar dalam budaya masyarakat. Melalui sentuhan-sentuhan nilai-nilai dan nafas baru, akan mengundang apresiasi dan menumbuhkan sikap posesif terhadap pembaharuan dan pengayaan karya-karya seni.  Di sinilah awal dari kesenian menjadi kekayaan budaya dan “modal social - kultural” masyarakat.
          
A.    PERKEMBANGAN BUDAYA ASING DI ERA GLOBALISASI  
    
Seiring dengan masuknya era globalisasi saat ini, turut mengiringi budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia. Di zaman yang serba canggih ini, perkembangan kemutahiran tekhnologi tidak dibarengi dengan budaya-budaya asing positif yang masuk. Budaya asing masuk ke negeri kita secara bebas tanpa ada filterisasi. Perkembangan pesat era globalisasi saat ini semakin menekan proses akulturasi budaya terutatama pengaruh budaya Barat. Dengan kemajuan teknologi modern mempercepat akses pengetahuan tentang budaya lain. Membawa perubahan sampai ke tigkat dasar kehidupan manusia di Indonesia. Pengaruh interaksi dengan budaya Barat mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia.
Pada umumnya masyarakat Indonesia terbuka dengan inovasi-inovasi yang hadir dalam kehidupannya, tetapi mereka belum bisa memilah mana yang sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku dan mana yang tidak sesuai dengan aturan serta norma yang berlaku di negara Republik Indonesia, sebagai contoh yaitu: cara berpakaian anak-anak remaja Indonesia yang sudah jauh melenceng dari aturan-aturan agama dan norma yang ada. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan sehingga ada bagian tubuh yang seharusnya tidak diperlihatkan malah diperlihatkan. Masuknya budaya asing diindonesia bisa melalui banyak cara salah satunya adalah melalui social media. Kaum remaja biasa melihat fashion orang asing. Mulai dari cara berpakaian hingga gaya rambut sehingga mereka dengan mudah terpengaruh dengan fashion orang barat, jujur saya sendiri juga mengikuti perkembangan fashion budaya barat. Dari yang ingin hanya melihat saja disosial media menjadi ingin mencoba fashion orang asing yang saat ini sedang tren. Padahal cara berpakaian mereka dengan cara berpakaian yang diajarkan oleh orang tua kita sangat jauh berbeda. Orang Indonesia cenderung ingin mencoba gaya yang mereka anggap baik dan bagus untung di pakai sehingga kaum remaja seperti kita ini dengan mudah terpengaruh. Kebiasaan dan pola hidup orang barat seakan menjadi cermin moderen. Hal ini jelas mengikis perilaku dan tindakan seseorang.
            Hembusan pengaruh Barat, di anggap sebagai ciri khas kemajuan dalam ekspresi kebudayaan kekinian. Padahal belum tentu sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi masyarakat sendiri. Keadaan ini terus mengikis budaya dan kearifan lokal yang menjadi warisan terjadi kebudayaan masyarakat nusantara. Dari sinilah juga nilai tradisional secara perlahan mengalami kepunahan karena tidak mampu bersaing dengan budaya moderen dalam bentuk pergaulan masyarakat.
Dalam era globalisasi ini, jati diri bangsa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar kemungkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan siatuasi dan kondisi pemakaiannya. Dengan kata lain, pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya.
Pada awalnya pintu masuk kebudayaan Asing di Indonesia adalah melalui kegiatan penjajahan para orang Asing di Indonesia. Tidak hanya mengambil hasil rempah-rempah dan menjajah pada umunya, tetapi mereka juga menanamkan budaya mereka untuk mencampuri kebudayaan Indonesia. Berbeda dengan masa penjajahan, pada zaman sekarang pintu masuk kebudayaan Asing itu melalui kemajuan teknologi dan informasi. Dizaman dahulu salah satu contoh masuknya budaya asing, yaitu: gaya arsitektur keraton Yogyakarta yang mengarah ala-ala Japanese.
Para kaum remaja di Indonesia sudah jarang sekali mempelajari kebudayaan – kebudayaan lokal, tetapi anak anak lebih suka bermain play station dan bermain ke time zone. Sangat jarang saat ini saya melihat anak anak bermain kuda lumping, dakon, gobak sodor dll. Tetapi saat ini ada stasiun TV negeri secara konsisten menayangkan acara budaya - budaya Indonesia. Selain itu banyak Negara Negara tetangga yang mengklaim kebudayaan – kebudayaan kita, seperti contoh:
1.      Tari reog ponorogo dari jawa timur oleh pemerintah Malaysia.
2.      Alat music gamelan dari jawa oleh pemerintah Malaysia.
3.      Kain ulos dari Sumatra utara oleh Malaysia
4.      Alat music angklung oleh Malaysia dan masih banyak lagi.
Seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia bangga memiliki warisan budaya tersebut dan memberikan apresiasi dengan cara menjaga budaya kita agar tidak diklaim oleh Negara asing.

B.     PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP BUDAYA ASING.

Perilaku atau respon masyarakat Indonesia terhadap masuknya budaya asing sebagian ada yang menerima sebagian ada yang tidak menerima budaya asing masuk di Indonesia. Tapi tentunya sebagian besar rakyat Indonesia menerima kebudayaan asing masuk ke Indonesia.
Contoh respon masyarakat yang tidak menerima kebudayaam asing, seperti:
1.      Perilaku masyarakat yang bersifat tertutup atau kurang membuka diri untuk berhubungan dengan masyarakat lain.
2.      Masih memegang teguh tradisi yang sudah ada.
3.      Berpegang terhadap ideologinya dan beranggapan sesuatu yang baru bertentangan dengan idiologi masyarakat yang sudah ada.
Contoh respon masyarakat yang menerima kebudayaan asing, seperti:
1.      Mengikuti trend yang ada
2.      Bersikap terbuka terhadap budaya asing.

C.    DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF BUDAYA ASING DI INDONESIA 

Ø  DAMPAK POSITIF:
            Dengan adanya Kemajuan dalam bidang teknologi dan elektronik, masyarakat pada saat ini dapat bekerja secara cepat dan efisien karena adanya peralatan yang mendukungnya sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan lebih baik lagi.
  • Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi
  • Terjadinya industrialisasi
  • Dapat mempelajari kebiasaan, pola pikir dan perilaku bangsa2 yg maju sehingga mampu mendorong kita untuk lebih baik lagi dan maju seperti mereka
  • Produktifitas dunia industri semakin meningkat
  • Persaingan dalam dunia kerja sehingga menuntut pekerja untuk selalu menambah skill dan pengetahuan yang dimiliki
  • Adanya kemudahan untuk memperlihatkan dan memperkenalkan kebudayaan negeri kita sendiri ke luar negeri
  • Terjadinya akulturasi budaya yg mungkin bisa menciptakan kebudayaan baru yg unik
Ø  DAMPAK NEGATIF:
            Dengan adanya Kemajuan dalam bidang teknologi dan elektronik, masyarakat pada saat ini dapat bekerja secara cepat dan efisien karena adanya peralatan yang mendukungnya sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan lebih baik lagi.
  • Pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi
  • Terjadinya industrialisasi
  • Dapat mempelajari kebiasaan, pola pikir dan perilaku bangsa2 yg maju sehingga mampu mendorong kita untuk lebih baik lagi dan maju seperti mereka
  • Produktifitas dunia industri semakin meningkat
  • Persaingan dalam dunia kerja sehingga menuntut pekerja untuk selalu menambah skill dan pengetahuan yang dimiliki
  • Adanya kemudahan untuk memperlihatkan dan memperkenalkan kebudayaan negeri kita sendiri ke luar negeri
  • Terjadinya akulturasi budaya yg mungkin bisa menciptakan kebudayaan baru yg unik.
PERKEMBANGAN KULINER DI IBU KOTA
Dunia kuliner di Jakarta tampak semarak dalam beberapa tahun terakhir ini. Setiap hari pasti ada saja restoran baru, mulai dari restoran mewah di hotel berbintang dengan grand launching party, hingga restoran di kompleks perumahan dengan diskon pembukaan, sampai warung tenda yang tiba-tiba nongol hari ini padahal kemarin belum ada.
Makanan dari seluruh penjuru Indonesia bisa ditemukan di Jakarta. Terdapat ribuan, bahkan mungkin puluhan ribu rumah makan yang menyediakan kuliner Minang, Sunda, Jawa, dan Betawi. Etnis Tionghoa dengan beragam sub-etnisnya juga banyak yang membuka restoran, seperti di kawasan Pangeran Jayakarta yang terkenal sebagai kantung etnis Tionghoa asal Kalimantan Barat atau daerah Muara Karang yang dihuni Tionghoa asal Sumatera Utara. Belum lagi restoran lain yang terkenal dengan makanan khasnya. Siapa yang tidak kenal dengan Restoran Beautika di Hang Lekir? Atau Lapo Ni Tondongta di Senayan? Bahkan kuliner dari Papua pun terwakili di Jakarta dengan restoran Yougwa di kawasan Kelapa Gading.
Namun, tak hanya makanan nasional saja yang menyesaki ibu kota kita, restoran yang mengusung kuliner mancanegara pun sangat banyak di Jakarta. Mau masakan Italia, Prancis, Jerman, atau Turki? Tinggal datang saja ke daerah Kemang. Pingin makan sashimi? Kunjungi saja kawasan Little Tokyo di Jalan Melawai. Sementara itu, di daerah Sunter dan Pasar Baru, ada sejumlah restoran India dan Pakistan dengan pilihan menu yang sangat otentik. Tak hanya itu, restoran waralaba asing pun berjejalan di mal-mal Jakarta, mulai dari yang amat populer seperti McDonald’s, Starbucks, Burger King, Sour Sally, hingga yang kurang bergaung seperti Corica dan Andersen’s Icecream.
Mampukah kuliner lokal menghadapi kuliner asing
Persaingan yang begitu terbuka antara kuliner lokal dan mancanegara kadang kala menimbulkan kecemasan tersendiri. Mampukah kuliner lokal kita menghadapi kuliner asing, terutama waralaba asing yang telah begitu terkenal?
Jawabannya tentu tergantung pada segmen pasarnya. Di segmen bawah, sangat kentara bahwa nasi goreng, bubur ayam, atau bakmi ayam masih jauh lebih unggul daripada hamburger atau sushi karena segmen bawah masih lebih mengutamakan makanan berbasis nasi/mie atau yang harus dimakan sebagai lauk nasi. Lihat saja tenda bubur ayam Bang Tatang dan nasi uduk betawi Bang Udin yang begitu terkenal di daerah Rawa Belong, Palmerah, atau bebek goreng khas Surabaya yang sempat ngetren di Jakarta tahun lalu, seperti bebek goreng Joko Putro atau Bebek Ireng. Kepopuleran tempat-tempat makan itu nyaris mustahil dapat disaingi kuliner asing.
Sementara itu di segmen menengah, peta persaingannya dapat dikatakan seimbang. Masyarakat kelas menengah bisa memilih antara kuliner lokal dan kuliner mancanegara. Lihat saja di kawasan Kelapa Gading, berbagai macam masakan tradisional sampai masakan khas mancanegara tumplek menjadi satu di ruko-ruko sepanjang Boulevard Kelapa Gading. Restoran yang menyajikan makanan khas Aceh, Sunda, Palembang, Manado, atau Makasar bersebelahan dengan restoran yang menjual pizza, steak, sushi, atau bulgogi. Sedangkan di mal-mal, bertebaran cabang Sate Khas Senayan dan juga Kafe Betawi yang menyuguhkan kuliner lokal dengan kemasan yang lebih menarik.
Namun di segmen atas, kuliner asing boleh dikatakan mendominasi. Restoran-restoran fine dining hampir semuanya menyajikan kuliner mancanegara, baik itu dari Prancis, Italia, Jepang, atau pun dari bangsa-bangsa lain. Untunglah dalam beberapa tahun belakangan ini, mulai muncul restoran yang mengusung kuliner lokal dengan konsep fine dining, misalnya saja Kembang Goela, Lara Jonggrang, atau Warung Babah. Dengan desain menarik dan penyajian makanan yang menggugah selera, serta, tentu saja, harga premium, restoran yang demikian mampu bersaing dengan kuliner asing dan sekaligus memperkenalkan kuliner lokal ke dunia luar.
Bagaimana bisa bertahan?
Tak dapat dipungkiri, masyarakat kita tentu lebih akrab dengan kuliner lokal dan hal ini menjadi keunggulan yang sulit ditandingi oleh kuliner mancanegara. Tidak peduli masyarakat kelas bawah maupun kelas atas, makanan pokok orang Indonesia tetaplah nasi, bukan roti atau kentang.
Namun demikian, salah satu kelemahan kronis yang sering terjadi pada restoran yang menyajikan makanan lokal, adalah ketidakmampuannya menjaga mutu dan konsistensi rasa. Lihat saja Nasi Udang Bu Rudi yang begitu populer di Surabaya. Cabangnya di Kelapa Gading hanya mampu bertahan setahun karena kualitas makanannya jauh di bawah induknya di Surabaya. Ada pula restoran yang rasa makanannya berubah-ubah setiap kali dicoba. Kadang hambar, kadang terlalu asin. Jika kedua faktor ini dapat diperhatikan dan diatasi, tentu kuliner lokal akan semakin kuat pamornya.
Animo masyarakat akan perkembangan dunia kuliner juga turut mempengaruhi apresiasi terhadap kuliner lokal. Banyaknya acara-acara kuliner yang kini ditayangkan di televisi tentu sangat membantu dalam memperkenalkan kuliner lokal ke masyarakat. Banyaknya event kuliner yang sering diadakan di Jakarta, seperti Festival Jajanan Bango juga semakin memperkaya pengetahuan dan apresiasi akan kekayaan kuliner kita.
Kami berharap bahwa suatu saat kelak, kuliner lokal Indonesia dapat melebarkan sayapnya, sehingga tak hanya digemari di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri seperti halnya makanan Thai atau Jepang yang sudah dikenal luas masyarakat dunia.
Perkembangan Pendidikan di Indonesia
Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat. Pendidikan tidak lain merupakan proses tranmisi pengetahuan , sikap, kepercayaan, ketrampilan dan aspek perilaku-perilaku lainnya kepada generasi kegenerasi. Dengan pengertian tersebut, sebenarnya upaya diatas sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari adalah hasil dari hubungan kita dengan orang lain, baik dirumah, sekolah, tempat bermain, pekerjaan dan lainnya. Dengan kata lain dimanapun kita berada kita pasti akan belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan.
Bagi suatu masyarakat, hakikat pendidikan diharapkan mampu berfungsi menunjang kelangsungan kemajuan hidupnya, agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, ketrampilan dan bentuk tata perilaku lainnya bagi generasi muda. Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi tertentu sesuai coraknya masing-masing periode zamannya kepada generasi muda melalui pendidikan atau secara khusu melalui interaksi social. Dengan demikian fungsi pendidikan tidak lain adalah sebagai proses sosialisai {Nasution : 1999}.
Dalam pengertian sosialisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktifitas pendidikan sebenarnya sudah dimulai sejak ia dilahirkan kedunia yaitu keluarga. Didalam keluargalah anak pertama menerima pendidikan dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan pendidikan utama atau terpenting terhadap perkembangan pribadi anak. Pada didalam kehidupan keluarga memberi corak pola kepribadian anak yang hidup di dalam keluarga. Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama sejak timbulnya adapt kemanusiaan hingga sekarang, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia { Dewantara dalam Suwarno, 1972 : 72}.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata masyarakat dunia secara global telah ikut mempengaruhi iklim pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh dunia, memiliki mempunyai ciri khas tertentu di tiap- tiap Negara. Dalam masyarakat yang sudah maju, proses pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah dan pendidikan dalam lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan terdeferensiasi. Inilah pendidikan formal yang biasa dikenal oleh masyarakat sebagai’’Schooling ‘’{ Tilaar : 2003 }.
Perkembangan teknologi dan informasi menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai tergeser. Sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan informasi yang mampu memfasilitasi orang untuk belajar. Oleh karena itu aktualisasi partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan sangat diperlukan.
Pendidikan adalah Suatu usaha untuk mewujudkan suatu suasana pembelajaran dan pengembangan diri baik secara fisik maupun non fisik yang dapat diterapkan dikehidupan berkeluarga,bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Materi Pendidikan harus disajikan memenuhi nilai-nilai hidup. nilai hidup meliputi nilai hidup baik dan nilai hidup jahat. penyajiannya tidak boleh pendidikan sifatnya memaksa terhadap anak didik, tetapi berikan kedua nilai hidup ini secara objektif ilmiah. dalam pendidikan yang ada di Indonesia tidak disajikan nilai hidup, sehingga bangsa Indonesia menjadi kacau balau seperti sekarang ini.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
 Macam-Macam Pendidikan
Pendidikan terbagi atas:
1. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan.Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini (PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia. Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program paket A (setara SD), paket B (setara B) adalah merupakan pendidikan dasar.Pendidikan lanjutan meliputi program paket C(setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik dilaksanakan secara terogranisasi maupun tidak terorganisasi.Pendidikan Non Formal mengenal pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari Community Learning Center (CLC)yang menjadi bagian komponen dari Community Center.
2. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pendidikan
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan khususnya di Indonesia yaitu:
Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Berbicara tentang pendidikan di Indonesia seolah tidak mengenal kata selesai. Disebabkan oleh Pertama, pesimisnya masyarakat atas kebijakan pemerintah. Kedua, terlalu bersemangatnya pemerintah untuk mengikuti cepatnya perkembangan pendidikan di belahan lain dunia ini. Bisa jadi pemerintah iri dengan gemerlapnya sistem pendidikan di negeri-negeri lain.
Semestinya kita bisa belajar banyak dari sejarah. Dulu, negeri ini dikenal produsen guru terbaik. Hingga pihak negeri tetangga kita, macam Malaysia, merasa perlu mengimpor tenaga pendidik dari bumi Khatulistiwa ini.
Akan tetapi, semua seolah tak lebih dari kenangan manis. Hasil survei terbaru, tahun 2005, menyebutkan Indonesia menduduki ranking 112. Jauh berada di bawah Malaysia dan Bangladesh. Hal itu menunjukkan kenyataan yang membuat kita mengelus dada. Kondisi Human Development Index (HDI) erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang ada.
Polemik pendidikan di Indonesia selama ini berkutat pada persoalan dana, pengadaan infrastruktur, dan kurikulum bongkar pasang. Seharusnya perdebatan itu tak perlu dilakukan. Sebabnya sederhana saja, bahwa pengadaan ketiga hal itu mutlak menjadi tanggung jawab pemerintah. Tentu jika memang membutuhkan masukan dari pihak lain, misalnya pengusaha, pakar pendidikan, atau perwakilan masyarakat, hal itu sangat dimungkinkan.
Hal lain yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah kondisi generasi muda sekarang. Survei dari lembaga survei di Jakarta yakni AC Nielsen Media menunjukkan bahwa 21 persen dan 34 persen masing masing untuk Fashion Forward dan Constant Hedonist. Keduanya mewakili golongan yang cuek dan asal ikut alur yang ada. Ironisnya, alur pendidikan yang diikuti justru kehilangan arah.
Mekanisme trial and error, bongkar pasang kurikulum, dan proses pendidikan yang gagal, adalah serangkaian lontaran yang muncul dari anggota masyarakat saat saya mengikuti Talkshow Generasi Muda dan Pendidikan yang digelar Suara Surabaya FM, Selasa (2/5) mulai pukul 21.00 WIB. Saya menangkap ada pesimisme, atau justru malah kebingungan.
Dalam hal ini, ada dua hal yang menjadi kunci solusi yakni konsistensi, dan komitmen. Konsistensi dalam hal penerapan kurikulum dan kebijakan terkait lainnya. Harus ada pembicaraan antara pembuat kebijakan dengan penyelenggara industri atau pihak pemakai produk pendidikan yakni para lulusan, dalam penyusunan kurikulum. Dengan demikian dua dunia tersebut akan terhubungkan oleh jembatan bernama kurikulum pendidikan. Dua dunia tersebut tidak lagi menjadi menara gading di tempatnya.
Komitmen dibutuhkan oleh semua pihak. Bahwa semua aspek turut bertanggung jawab pelaksanaan pendidikan di negeri ini. Pun dalam hal ini generasi muda. Meminjam istilah sahabat saya, generasi muda tidak boleh terus-menerus memposisikan diri sebagai korban. Saatnya semua pihak bergerak di tempat dan bidangnya masing-masing.
Momentum Hari Pendidikan Nasional kali ini sudah diawali pemerintah yang menunjukkan itikad baiknya. Hal itu terkait dengan diluncurkannya tiga pilar rencana strategis pembangunan pendidikan yang dilansir oleh media massa. Pertama, peningkatan dan penguatan akses pendidikan. Kedua, peningkatan relevansi dan daya saing mutu pendidikan. Ketiga, peningkatan tata kelola dan citra publik pengelola pendidikan.
KITA TIDAK BOLEH HANYA MENGANDALKAN EKSPOR IMPOR NEGARA


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan agar Indonesia tidak mengandalkan sektor ekspor-impor sebagai mesin pertumbuhan ekonomi pada 2017. Menurut Ani, sapaan akrab Menkeu, hal itu dikarenakan masih lemahnya perdagangan internasional.

"Satu catatan kita kalau bicara growth, tidak boleh mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari faktor luar negeri," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta Selatan, Rabu (7/9/2016) malam.

Sri Mulyani yang baru saja kembali dari KTT G-20 di China ini menyampaikan pandangan negara-negara dalam konferensi tersebut. Yakni, bahwa perdagangan internasional pada 2017 masih akan tetap lemah.

Wanita 54 tahun ini menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi China tengah memindahkan fokus dari perdagangan internasional kepada domestik.

Selain itu, mitra dagang terbesar Indonesia lainnya, Amerika Serikat (AS) dan Jepang juga belum menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam peningkatan perdagangan internasional.

Konsumsi Rumah tangga

Sri Mulyani berpendapat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 masih bisa digerakkan dari sektor konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

Konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,1 persen pada 2016 diperkirakan masih bisa bertahan pada 2017, atau bahkan bisa tumbuh sedikit lebih besar.

Sementara pertumbuhan PMTB 6,1 persen juga diperkirakan masih tetap bertahan dengan adanya dorongan dari kepercayaan pasar.

Juga, didorong oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih relatif tinggi dibanding negara-negara G-20, dan adanya aliran modal yang masuk dari hasil repatriasi program amnesti pajak.

Berdasarkan beberapa hal tersebut Menteri Keuangan berpendapat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 realistis berada di kisaran 5,1-5,2 persen.

Sementara Komisi XI mengusulkan pertumbuhan ekonomi pada 2017 berada di level 5,05 persen.
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA PADA TAHUN 2017

Indonesia (BI) menyatakan optimismenya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Bank sentral menyatakan, pada tahun 2017 mendatang kondisi perekonomian nasional masih cenderung kondusif, meskipun tidak sekuat realisasi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 hingga 2012 lalu.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo menjelaskan, bank sentral memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 akan berada pada kisaran 5 hingga 5,4 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan ditopang oleh permintaan domestik.
“Inflasi akan berada di kisaran target 4 plus minus 1 persen,” kata Agus dalam sambutannya pada acara Pertemuan Tahunan BI di Jakarta, Selasa (22/11/2016).
Sementara itu, imbuh Agus, bank sentral memperkirakan pertumbuhan kredit pada tahun 2017 mendatang mencapai kisaran 10 hingga 12 persen.
Adapun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada tahun 2017 diproyeksikan berada pada kisaran 9 hingga 11 persen.
Defisit transaksi berjalan pada tahun 2017 mendatang diprediksi bakal sedikit meningkat. Namun demikian, kata Agus, capaian defisit transaksi berjalan tahun depan tetap berada di level yang sehat, yakni di bawah 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Adapun dalam jangka menengah, bank sentral memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh lebih tinggi. Hal ini ditopang oleh struktur perekonomian yang lebih kuat dan berkualitas.
“Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 sampai 2021 akan berada pada kisaran 5,9 hingga 6,3 persen. Ini ditopang oleh inflasi yang rendah,” jelas Agus.
Selain itu, defisit transaksi berjalan juga akan berada pada lintasan yang menurun. Bank sentral memprediksi defisit transaksi berjalan akan berada di bawah 3 persen dari PDB.

Perkembangan Pemerintah Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi


Perkembangan Pemerintah Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi


Pendahuluan
      Secara konstitusional, peran dan kedudukan Wakil Presiden dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, baik sebelum maupun sesudah amandemen  UUD 1945, belum mendapatkan kejelasan. Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan tidak jelasnya peran dan kedudukan Wakil Presiden.
      Pertama, kedudukan Wakil Presiden adalah sebagai Pembantu Presiden, sebagaimana diatur di dalam UUD 1945 Pasal 4 ayat (2). Sebagai Pembantu Presiden kedudukan Wakil Presiden menjadi setara dengan menteri yang juga sama-sama sebagai Pembantu Presiden. Wakil Presiden hanya merupakan the second man (orang kedua);
      Kedua, Wakil Presiden tidak bertanggung jawab kepada Presiden, sebagaimana layaknya status menteri sebagai Pembantu Presiden yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden; dan
       Ketiga, dalam tradisi dan praktik ketatanegaraan, belum pernah ada Wakil Presiden yang menyampaikan pertanggung jawaban kepada MPR atau kepada rakyat. Pertanggung jawaban selalu dibebankan kepada Presiden.Karena itu, posisi Wakil Presiden sebagai “Pembantu Presiden menjadi kurang amemiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan. Hal itu disebabkan oleh beberapa alasan:  Pertama, dalam sistem pemerintahan di Indonesia sejak tahun 1945 hingga sekarang, jabatan Wakil Presiden tidak mempunyai wewenang apa-apa. Fungsinya hanya menggantikan Presiden; Kedua, dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan di Indonesia, Negara Republik Indonesia pernah tidak memiliki Wakil Presiden. Pada masa pemerintahan  Soekarno (1956-1967), Presiden berjalan sendiri menjalankan roda pemerintahan, tanpa didampingi oleh Wakil Presiden. Mohammad Hatta yang diangkat sebagai Wakil Presiden pada tanggal 18 Agustus 1945,  mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 1 Desember 1956. Sejak Mohammad Hatta mengundurkan diri, jabatan Wakil Presiden tidak pernah diisi. Demikian pula, pada masa awal pemerintahan Soeharto (1967-1973). Presiden Soeharto diangkat oleh MPRS sebagai Pejabat Presiden, tanpa ada pengangkatan Pejabat Wakil Presiden. Pada waktu Sidang Istimewa tanggal 7-12 Maret 1967 yang mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor; XXXIII/MPRS/1967 mengenai pencabutan kekuasaan pemerintahan Soekarno sekaligus menetapkan Jenderal Soeharto sebagai Presiden, posisi Wakil Presiden tidak disinggung. Indonesia baru kembali memiliki Wakil Presiden, setelah diangkatnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tanggal 25 Maret 1973.  Pada kenyataannya, meskipun tanpa Wakil Presiden, pemerintahan dapat berjalan;  Ketiga, hubungan Wakil Presiden dengan Presiden pada setiap masa mempunyai karakter yang berbeda-beda.
      Tulisan ini, akan mencoba menelaah peran Wakil Presiden RI pertama, Drs. Mohammad Hatta. Bagaimanakah sesungguhnya peran Mohammad Hatta selama menjabat sebagai Wakil Presiden? Apakah selama masa jabatannya, Wakil Presiden tidak memiliki kewenangan apapun. Atau sebaliknya, dari beberapa kebijakan politik yang diambil oleh Mohammad Hatta, justru pada masa awal pemerintahan RI, Wakil Presiden memiliki peran yang cukup penting. Dengan seiring perkembangan politik dan social Indonesia penerus bangsa ini akan menjadi lebih baik atau sebaliknya?







Pembahasan
  1. A.    Masa pemerintahan orde lama
       Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno diIndonesia.Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesiamenggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dansistem ekonomi komando.Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiaden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden danMohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: SumatraKalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa BaratJawa TengahJawa TimurSulawesiMaluku (termasukPapua) dan Nusa Tenggara.
Pada masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai yang ditandai dengan hadirnya 25 partai politik. Hal ini ditandai  dengan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Menjelang Pemilihan Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal bahwa jumlah parpol meningkat hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta perorangan. Pada masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai-partai.  Kemudian pada tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah sebagai berikut: PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA dan PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan
Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan “Deklarasi Bogor.”
Secara umum, hubungan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan Soekarno sebagai Presiden, sangat dinamis, bahkan kadang-kadang terjadi gejolak. Hatta adalah pengkritik paling tajam sekaligus sahabat hingga akhir hayat Soekarno. Dinamika hubungan Soekarno dengan Mohammad Hatta sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang berlaku pada saat itu. Moh. Mahfudz, (1998:373-375) dalam Politik Hukum di Indonesia, secara lebih spesifik menguraikan perkembangan konfigurasi politik Indonesia ketika itu sebagai berikut:
Pertama, setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, terjadi pembalikan arah dalam penampilan konfigurasi politik. Pada periode ini konfigurasi politik menjadi cenderung demokratis dan dapat diidentifikasi sebagai demokrasi liberal. Keadaan ini berlangsung sampai tahun 1959, dimana Presiden Soekarno menghentikannya melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada periode ini pernah berlaku tiga  konstitusi, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950. Konfigurasi politiknya dapat diberi satu kualifikasi yang sama, yaitu konfigurasi politik yang demokratis. Indikatornya adalah begitu dominannya partai-partai politik;
Kedua, konfigurasi politik yang demokratis pada periode 1945-1959, mulai ditarik lagi ke arah yang berlawanan menjadi otoriter sejak tanggal 21 Februari 1957, ketika Presiden Soekarno melontarkan konsepnya tentang demokrasi terpimpin. Demokrasi Terpimpin merupakan pembalikan total terhadap sistem demokrasi liberal yang sangat ditentukan oleh partai-partai politik melalui free fight (Yahya Muhaimin, 1991:42, Bisnis dan Politik, Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980. Jakarta : LP3ES).
Sejak zaman pergerakan nasional, hubungan Soekarno dengan Mohammad Hatta yang seringkali disebut Dwitunggal, terjalin dengan baik. Sejak tahun 1930-an, keduanya  telah beberapa kali ditahan dan diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda, karena dianggap berbahaya bagi pemerintahan kolonial. Pada masa pendudukan Jepang, kedua tokoh ini mendapatkan pengakuan sebagai wakil-wakil rakyat Indonesia. Pada saat penyusunan naskah Proklamasi, keduanya terlibat dalam proses penyusunan naskah teks proklamasi kemerdekaan. Pada detik-detik menjelang pembacaan naskah proklamasi, Soekarno menolak desakan para pemuda untuk membacakan teks proklamasi lebih awal karena Mohammad Hatta belum datang. Ketika itu, Bung Karno berkata: “Saya tidak akan membacakan Proklamasi kemerdekaan jika Bung Hatta tidak ada. Jika mas Muwardi tidak mau menunggu Bung Hatta, silahkan baca sendiri, jawab Bung Karno kepada dr. Muwardi salah satu tokoh pemuda pada waktu itu yang mendesak segera dibacakan teks Proklamasi. Begitu percayanya Soekarno kepada Mohammad Hatta,  pada tahun 1949, ia meminta agar Mohammad Hatta selain menjadi Wakil Presiden, sekaligus juga menjadi Perdana Menteri.

KOMUNIKASI DAN JARINGAN

Komunikasi Data dan Jaringan Komputer Komunikasi Data dan Jaringan Komputer a. Jaringan Komputer Jaringan komputer adalah kumpul...